Vanilla

Vanilla : 12. P-D-K-T

Setelah pertengkaran tempo hari, Lily menceritakan semuanya. Bagaimana dia yang penasaran akan cinta, terhanyut dengan rayuan Kak Ferdi yang mengatakan jika ia menyukainya. Ia yang memang polos, melakukan apapun yang Kak Ferdi perintahkan dengan rayuan jika Lily satu-satunya yang Kak Ferdi butuhkan. Lily bersedia membereskan cewek-cewek yang ‘KATANYA’ mengejar-kejar Kak Ferdi dengan jalur damai. Entah apapun itu tanpa melibatkan orang terdekatnya. Ia melakukannya karena buta akan cinta.

Sampai Kak Bagas mengetahui perbuatan adiknya melalui Kak Kim dan Kak Alan. Aku sempat terkejut saat Lily juga menyebutkan nama Kak Alan. Kak Alan adalah orang kedua yang memberitahu Kakaknya dan orang yang memperjelas perkataan Kak Kim yang dianggap hanya candaan.

Di belakang Lily, Kak Kim dan Kak Bagas mulai mempermainkan Kak Ferdi dengan mengajaknya taruhan atau mengomporinya untuk melakukan perbuatan buruk. Karena sibuk dengan dunianya, Kak Ferdi melupakan keberadaan Lily.

“Mikirin apa sih? Serius banget.” Kak Alan menempelkan jarinya untuk memisahkan kerutan didahiku.

Aku mendongak sambil tersenyum. ”Udah selesai?”

Kak Alan duduk sambil menyenderkan badannya ke badanku. Ia menghela napas. “Capek banget,” keluhnya.

Karena insiden kemarin, Kak Alan dan Kak Kim diberi hukuman. Sepulang sekolah, mereka harus membantu Pak Bon membersihkan sekolah selama seminggu. Sedangkan Kak Ferdi dikeluarkan karena banyaknya catatan buruk yang ia lakukan di sekolah. Katanya, sekarang ia melanjutkan pendidikan di pondok pesantren yang terkenal akan kedisiplinannya. Terlihat sekali jika orang tuanya sangat perhatian akan tingkah laku anaknya. Terbukti, semua yang kenal dengan Kak Ferdi senang mendengar kabar tersebut.

Aku memutar badan untuk mengambil sesuatu di tasku. Membuat Kak Alan mengubah posisi menjadi menyenderkan tubuh ke bangku.

“Nih, ice lemon tea,” ucapku sambil mengangsurkan botol termos padanya.

“Makasih.” Aku tersenyum. Saat ia mulai meneguk minumannya, aku mengusap keringat di wajah dan lehernya.

Dengan pipi menggembung ia memelototiku. Aku pun menghentikan aktivitasku, membuat Kak Alan menelan air yang ia simpan dipipinya.

“Kamu ngagetin aja sih. Hampir kusembur ini lemon teanya.”

“Keringat Kak Alan keluar banyak banget mangkanya aku bantu lap. Kaget ya? Sorry.”

Kak Alan menatapku yang menampilkan raut sedih. Ia mengulurkan tangannya lalu mengusap kepalaku. “Makasih ya,” ucapnya sambil tersenyum.

Aku mengulum bibirku dengan kepala menoleh ke arah lain. melihat aku yang salah tingkah, Kak Alan mencubit pipiku gemas.

“Oh ya, aku mau cerita,” alihku yang membuat Kak Alan melepaskan tangannya.

Kak Alan berdehem. “Mau cerita apa? Aku dengerin sekalian istirahat.”

“Tadi aku disapa duluan sama Kak Farah. Yang lebih aneh, dia tanya tentang aku dan Lily dengan muka yang cerah ceria ngalahin matahari terbit. Apa dia udah mulai tobat ya?”

Kak Alan menatapku jenaka dengan tangan yang menutupi mulutnya. Kentara sekali jika ia menahan tawanya. Apanya yang lucu sih?

Kak Alan memegangi kepalaku lalu mengarahkannya ke belakang. Seketika itu juga aku melotot dengan mulut menganga. Mataku beralih menatap Kak Alan yang sudah tersenyum lebar dengan alis dinaikkan. Tangan kanannya menekan kedua pipiku agar mulutku tertutup.

Aku memegang lengan Kak Alan. “Bentar deh, Itu adek kelas kan?”

“Iya, tuh anak juga tetangganya Lily. Awal kenaikan kelas, Lily ngelakuin perintah Ferdi agar Farah menjauh dengan comblangin Farah sama dia. Terbukti, Farah lebih ngurusin tuh anak agar menjauh darinya daripada Ferdi yang udah jauh dari pandangannya. ”

“Terus?”

Tangan Kak Alan beralih menggengam tanganku. “Dia suka sama Farah dari SMP tapi gak berani ngomong karena Farah famous. Farah benci banget sama tuh anak. Mangkanya dia masih gangguin aku. Tapi kayaknya, akhir-akhir ini tuh anak ngebuktiin nilainya deh.”

“Maksudnya apa? Aku gak paham.”

“Maksudnyaa … cowok itu ngebuktiin jika Farah bisa suka sama dia dengan cara yang disukai Farah. Dengan jadi ganteng, berprestasi, dan juga pinter.”

Aku menatap intens Kak Alan sambil mengangguk-angguk. Kak Alan dan Kak Ferdi memang sama-sama ganteng dan berprestasi. Tapi, Kak Alanku jauh lebih-lebih-lebih bagus tentunya.

“Terus, Kak Alan tahu dari siapa?”

“Farah. Dia nyerocos mulu’, gak habis-habis kayak kereta pertamina. Aku yang gak mau tahu jadi tahu semua gosip.” Aku tertawa melihat wajah sebal Kak Alan. “Yuk pulang! Dicariin bunda, diceramahin lagi aku. “

Saat kita sama-sama berjalan menuju parkiran, kerah belakang Kak Alan dipegangi seseorang. Membuat Kak Alan sedikit terhuyung kebelakang.

Kak Alan melepas genggaman tangan kita lalu menyentak tangan yang memegang kerah belakangnya. “Mau lo apa?”

“Gue masih gak ngerestuin hubungan lo sama Vanilla ya!?”

“Emang lo siapa? Kakek buyutnya?”

“Gue yang selalu menyinari suasana hatinya dengan keceriaan gue. Enak banget lo ngambil hasil kerja keras gue.”

“Menyinari apasih Kim omongan lo? “ Kak Alan menoleh kearahku. “Kamu merasa disinari dengan cahaya keceriaannya gak? Atau malah keganggu?”

“Harus jujur dari lubuk hati terdalam,” sentak Kak Kim.

Aku menatap Kak Alan lalu beralih menatap Kak Kim. “Sebelumnya sorry nih Kak, tapi aku keganggu BANGET.”

Kak Kim menganga. “Lo pasti pakek pelet kan, Lan. Ngomong lo!”

“Pelet apa? Pelet kan pakan ikan.” Kak Alan kembali menggenggam tanganku lalu menarikku pelan untuk berjalan meninggalkan Kak Kim.

“WEI, LAN! GUE BELUM SELESAI PROTEESS ….”

Bagikan:

Picture of Sinshine

Sinshine

Picture of Sinshine

Sinshine

hi nuria

Hi, I'm Nuria

Website ini memulai perjalanan pada Juli 2021. Berfokus pada rumah, kreativitas, dan gaya hidup.

FYI
Blog ini berisi spanduk iklan berbayar dan beberapa posting berisi tautan afiliasi. Komisi kecil yang kami terima dari sponsor membantu menjaga situs ini tetap berjalan. Setiap posting yang disponsori dicatat dengan tag ‘disponsori’ di bawah judul posting. Namun, kami hanya menautkan ke produk yang sesuai dengan selera pribadi dan estetika kami.