Vanilla

Vanilla : 4. Sial

Aku duduk selonjoran dipinggir Lapangan. Sumpaaaaaah … rasanya tuh capek, kesal, engap jadi satu. Campur aduklah pokoknya. Pingin marah, tapi si pelaku utama entah pergi kemana?

Aku mengibaskan tanganku disekitar leher, mencoba untuk menghilangkan keringat dan hawa panas yang menjalar di seluruh tubuhku.

“Ly, Lily, kipasin gue Ly,” suruhku tanpa sungkan. Siapa suruh dia duduk tepat di depanku? Kan malah dia yang jadi tumbal sasaranku. Walaupun Lily emang salah satu komplotan si pelaku.

Aku menatap tampilan Llily yang masih fresh natural dari atas sampai bawah. Berbanding terbalik dengan penampilanku. Rambut udah lepek, seragam basah kena keringat, bau badan? Hah, gak taulah, rasanya pingin gue peleperin aja keringet gue ke Lily.

“Pakai apa?” tanyanya sambil menoleh kekanan dan kekiri mencari sesuatu.

“Terserah, pokok cepetan. Lihat nih, keringet gue pada segede jag ….” belum selesai aku bicara, pipiku malah ditampar Lily menggunakan rambutnya. “ Lily!” teriakku sambil memelototinya.

“Kata lo cepetan. Lagian kenapa sih marah-marah? Kayak kak Ferdi aja.”

Aku menghela napas. Sebenernya ini semua salah kak Kim. Sumpah, kalau latihannya seperti ini lagi, gak akan mau aku.

Selama beberapa kali tanding, tak sekalipun kak Kim memberi kesempatan bagi timya kak Ferdi untuk menang. Seolah memang itu disengaja. Bahkan sebelum tanding, kak Kim dan kak Ferdi melakukan taruhan. Itupun, mereka lakukan tanpa rundingan dengan yang lain.

Taruhannya adalah, Siapa yang kalah, satu tim harus lari mengelilingi Lapangan Sekolah sebanyak 15 kali putaran.

Dari yang aku dengar, kak Kim dan temannya, kak Bagas, memang sengaja menerima taruhan supaya mereka bisa memukul telak kak Ferdi pada latihan kali ini. Katanya sih, biar kak Ferdi gak terlalu sombong dan angkuh.

Apesnya, aku kadapatan masuk di timnya kak Ferdi. Emang kebangetan itu si Siratulmusta-KIM! Aku sama anak-anak kan gak tahu apa-apa, tapi ikut dihajar juga sama dia.

Tiba-tiba semua mata tertuju kearah Kak Kim dan Kak Bagas yang datang, sambil masing-masing membawa sebuah kardus. 2 orang itu membagikan minuman dingin ke semua anggota yang ikut latihan hari ini. Sedangkan untuk lawan mereka tanding tadi, mereka beri bonus satu es krim untuk tanda minta maaf.

Kak Kim berjalan kearahku. Kami saling bertatapan, dengan aku yang menatapnya kesal, sedangkan ia malah tersenyum tanpa dosa.

“Nih, sorry ya?” Ia menempelkan minuman dingin kepipi kiriku dan es krim dipipi kananku. Aku mengambil dua-duanya tanpa menjawab apapun .

“Capek ya?” imbuhnya, membuatku memutar bola mata jengah. Berani-beraninya dia masih tanya!

Ia tersenyum sambil mengusak rambutku, lalu pergi membagikan ke yang lain.

“Nih, dipinjemin Kak Kim tadi.” Llily yang tadi menghilang entah kemana, datang-datang langsung menyodorkan sebuah mini fan tepat ke depan mukaku. Membuatku refleks memundurkan kepala.

Aku mengambilnya. “Lo pergi cuma buat minjem ini?”

“Gaklah, gue tadi minta ini,” jawab Lily sambil menggoyang-goyangkan satu cone es krim yang masih terbungkus.

“Kok lo bisa dapet sih? Kan lo pas tanding gak ngapa-ngapapain? Menang lagi.”

Aku yang melihat senyum Llily, sadar akan satu fakta. Pandanganku langsung beralih ke arah si Kim. Curang banget ih, mainnya jalur orang dalam, batinku.

Lily adalah adik dari kak Bagas. Otomatis, mereka memang akrab satu sama lain. Kak Kim yang terkenal friendly, dengan mudah mengakrabkan diri dengan Lily yang polos dan lugu. Aku kadang merasa khawatir dengan sifat Lily, karena ia mudah sekali percaya dengan orang yang ia anggap dekat dengannya.

Apalagi jika urusannya sama kak Kim, Lily hanya akan manggut-manggut, seperti bunga hiasan dashboard mobil.

“Udah yuk, ganti! udah gak betah gue, lengket semua,” ajakku.

Belum juga beranjak, Kak Kim sudah menghadang kami lebih dulu. “Kenapa Kak?” tanya Lily, mewakili keherananan kita berdua.

“Itu, habis ini kalian ada janji gak?”

Lily menatapku sejenak, seolah sedang mengajakku bertukar pikiran lewat mata. “Gak ada, Kak. Emang kenapa?”

“Gue sama Bagas mau ke cafe depan Sekolah. Mungkin kalian mau join? Biar gue gak dikira gay, nge-date sama Bagas.”

Lily meletakkan jari telunjuknya di dagu sambil menggumam, lalu menoleh dan menatapku lekat. Aku mengerutkan dahi bingung, ngapain sih ngelihatin gue? Gue gak bisa nerjemahin maksud lo!

Sorry Kak, gue gak bisa ikut. Soalnya gue berangkat nebeng Kak Alan,” jawabku akhirnya karena risih dengan tatapan Lily.

“Yaaaah kok gitu sih,” protes Lily “Iya,” timpal Kak Kim ikut-ikutan menyaut.

“Pulangnya gue anter deh,” imbuh Kak Kim menawarkan dengan Lily yang manggut-manggut setuju.

Aku terdiam, bingung bagaimana cara menolaknya? Jujur …

‘Gue CAPEK. Kalian seharusnya PEKA dong. Gue habis lari 15 kali ngelilingi Lapangan Sekolah loh, bukan ngelilingi badan kalian.’ sungguh rasanya pingin banget aku teriak kaya gitu ke mereka.

Tiba-tiba seseorang berteriak, “Van, udah belum? Gue mau pulang nih.”

Seketika wajahku langsung cerah. “Sorry ya Kak, Ly. Gue duluan.” tanpa menunggu jawaban dari

mereka, aku langsung berlari menghampiri Kak Alan.

“Hehe … lo emang penyelamat gue, Kak. Bentar ya, gue ambil tas dulu. Tungguin!”

Bagikan:

Picture of Sinshine

Sinshine

Picture of Sinshine

Sinshine

hi nuria

Hi, I'm Nuria

Website ini memulai perjalanan pada Juli 2021. Berfokus pada rumah, kreativitas, dan gaya hidup.

FYI
Blog ini berisi spanduk iklan berbayar dan beberapa posting berisi tautan afiliasi. Komisi kecil yang kami terima dari sponsor membantu menjaga situs ini tetap berjalan. Setiap posting yang disponsori dicatat dengan tag ‘disponsori’ di bawah judul posting. Namun, kami hanya menautkan ke produk yang sesuai dengan selera pribadi dan estetika kami.