Vanilla

Vanilla : 13. – END –

Aku cepat-cepat menuruni tangga. Saat sudah sampai di ruang tamu aku tersenyum menampilkan deretan gigiku.

“Mama Papa baru aja pergi,” ucapnya. Aku mengangguk. Sudah tahu jika orang tuaku akan pergi dinner. Katanya sih sama teman lama. “Yudah, yuk berangkat!” Kak Alan mengulurkan tangannya yang langsung kusambut.

Tak lupa aku mengunci pintu rumah dan pagar sebelum pergi.

“Kita mau kemana kak?” tanyaku saat kak Alan memasangkan helm kekepalaku.

Kak Alan menutup kaca helmku. “Nanti juga tahu.”

Aku berdecak, “Mulai deh nyebelinnya,” kesalku sambil membuka kaca helm dengan tidak santai.

Kami berdua membelah kemacetan dengan mudah. Entahlah aku mau ia bawa kemana?

Saat berhenti di lampu merah, aku mengernyitkan dahi tak asing. “Mau ke rumahnya Kak Kim?”

Kak Alan menoleh dengan raut wajah tak senang. “Enggaaak, bentar lagi sampai kok.”

Akhirnya kita berdua sampai. Setelah turun dari motor, aku langsung mengedarkan pandanganku ke semua arah. Bahkan ucapan yang keluar dari mulutku hanya kata takjub.

“Seneng gak?”

“Bangeeet … Cepetan ayo masuk, Kak!”

Aku menarik tangan Kak Alan ke penjual tiket masuk pasar malam. Tak sabar rasanya. Tapi saat sudah masuk ke dalam, aku seketika bingung mau melakukan apa terlebih dahulu.

Kak Alan diam-diam menertawakan muka linglungku. “Beli makanan aja dulu. Habis itu coba permainan yang ada disini. Kamu mau beli apa dulu sekarang?”

Aku menatap banyaknya tenda makanan dan minuman di sekitarku lalu menatap Kak Alan. “Pingin semua.” Jawabku asal.

“Yaudah, beli semua.” Kak Alan langsung menarikku pelan. Aku menganga tak percaya. Beneran nih?

Akhirnya kita membeli beberapa jajanan yang belum pernah kita coba. Setelahnya, kita menghampiri tenda-tenda yang menurut kita menarik. Entah ke tenda jual keong, melihat anak-anak sedang adu cupang di tenda jual ikan hias, lalu ke tenda batu akik hanya karena penasaran bagaimana jika batu tersebut disenter, atau ikut menyanyikan lagu anak-anak di sebelah tenda jual kaset dvd.

Aku mengajak Kak Alan ke deretan tenda permainan berhadiah. Aku menatap Kak Alan seolah menantangnya bermain. Kak Alan mengedikkan bahu dengan muka sombongnya yang tengil banget.

“Kalau bisa masuk semua dapat apa Pak?” tanyaku pada Bapak si pemilik tenda permainan.

“Dapat boneka ini, Kak.” Bapak itu menunjuk deretan boneka berukuran cukup besar yang terpajang diatasnya. Aku menganga tak percaya lalu menoleh ke Kak Alan. Kak Alan tertawa ringan sambil mengusap kepalaku.

“Boleh deh, pak.”

Kak Alan diberikan lima bola tenis. Permainannya mudah. Hanya memasukkan bola tersebut ke dalam ember yang agak dimiringkan dalam jarak yang sudah ditentukan oleh pemilik permainan.

Aku menonton Kak Alan sambil asyik menusuk cimol dan memasukkannya ke dalam mulutku. Bola pertama masuk. Hoki 1 bulan terpakai. Bola kedua masuk. Aku berteriak heboh. Tak sendiri karena tanpa kusadari disampingku sudah banyak orang. Lalu bola ketiga, keempat dan kelima pun masuk. Wah, hoki banget hidupnya. Bisa nih, jadi bandar judi.

Heh! Astaghfirullah, my dangerous idea.

Kak Alan menerima boneka beruang cokelat itu lalu memberikannya padaku.

“Makasih Pak,” ucap kami berdua lalu pergi dari sana.

Tidak selesai dipermainan tadi, kita menghampiri tenda pemancingan ikan plastik. Siapa yang banyak memasukkan ikan dikeranjang, dia yang menang.

Aku melirik sinis Kak Alan yang tersenyum tengil kearahku. Ternyata dia yang lebih cepat memenuhi keranjangnya.

“Padahal udah minta bantuan anak kecil, masih aja kalah,” sindirnya mengolokku.

“Diem-diem Kak Alan ambil serokan kan? Iya kan?” Kak Alan tertawa bahagia. Emang licik banget dia tuh!

Selesai memancing, kita pindah ke tenda lukis. Aku memilih gambar Masha and the Bear, sedangkan Kak Alan memilih Power Rangers.

Aku melongok penasaran dengan lukisan milik Kak Alan.

Aku mengernyitkan dahi tak habis pikir. “Mana ada Power Rangers warna-warni kayak gini?”

“Kan Power Rangers emang warna-warni,” jawab Kak Alan sok-sokan polos.

“Ya gak satu badan diwarna-warni juga. Kan satu orang, satu warna.” Jelasku geregetan.

“Yang ngelukis siapa?” aku menunjuk Kak Alan. “Yaudah terserahku dong. Kan lukisanku.”

Aku berdecak lalu tak memperdulikannya lagi. Nyebelin banget kalau ngajak ngomong Kak Alan lama-lama, jawabannya kayak ngajak gelut aja.

Karena keasyikan bermain, kita berdua menghabiskan banyak waktu disini sampai tak terasa jika jam sudah menunjukkan pukul 11.45.

“Udah puas?” aku mengangguk bahagia. Kak Alan kembali memasangkan helm ke kepalaku. Tanganku saat ini penuh dengan hadiah dari beberapa permainan yang tadi kita mainkan.

“Loh kita mau kemana lagi Kak?” tanyaku saat Kak Alan mengambil jalan yang berlawanan dari arah pulang.

Kak Alan hanya diam. Mungkin suaraku tidak terdengar.

Kak Alan memberhentikan motornya di sebuah restoran. Aku mengerutkan dahi bingung. Semua hadiah yang kita bawa, Kak Alan titipkan ke salah satu karyawan resto tersebut.

“Ngapain kita kesini?”tanyaku. Kak Alan menatapku sambil tersenyum. Ia tak menjawab pertanyaanku. Kak Alan membawaku ke sebuah ruangan yang terlihat sepi. Di dalam pikiranku banyak pertanyaan. Maksudnya apa sih? Kan aku gak laper. Masih ada cimol, kebab, sate, gorengan di dalem perutku.

Kak Alan membuka pintu ruangan yang ternyata gelap. Aku mengerutkan dahi, lalu ….

CTEK

“HAPPY BIRTHDAY VANILLAA …” teriak semua orang disana. Lalu sebuah lagu ulang tahun mereka nyanyikan untukku. Aku melotot dengan mulut yang kututup telapak tangan. Benar, hari ini hari ulang tahunku.

Diruangan itu terdepat kedua orang tuaku, kedua orang tua Kak Alan serta adiknya, lalu yang lebih mengejutkan ada Lily dan Kak Kim. Dari belakang, karyawan restoran tersebut juga ikut memeriahkan acara ulang tahun yang sudah mereka semua rencanakan. Aku meneteskan air mata bahagia.

Setelah lagu tersebut usai, aku memanjatkan doa.

‘Semoga semua orang yang kusayangi di ruangan ini selalu bahagia. Jika cobaan menerpa, semoga cepat berlalu dan terselesaikan dengan mudah’ batinku.

Aku membuka mata lalu meniup lilin di kue-kue yang disodorkan kedepanku. Dengan iseng, Kak Alan mencolek krim di kue yang dibawa Lily lalu ia tempelkan ke pipiku. Yang lain pun tidak mau kalah. Apalagi adik Kak Alan. Dia yang paling semangat.

Kak Alan memberikan buket besar kepadaku. Aku menerimanya lalu memeluknya. Mengucapkan terima kasih atas moment indah dan pemberiannya hari ini. Aku juga memeluk semua keluarga dan teman-temanku sambil mengucapkan terima kasih.

Kita semua duduk di meja bundar yang tersedia banyak makanan. Llily membantuku membersihkan krim kue diwajahku.

“Lily sama Kim ini pacaran ya?” tanya Bunda.

Aku dan Lily saling bertatapan. Aku menahan tawaku saat Llily menundukkan kepalanya. Aku menatap Kak Kim yang menggaruk tengkuknya malu. Pasti ada apa-apa kan?

“Doain aja Bun,” jawab Kak Kim akhirnya yang langsung menjadi bahan candaan semua orang.

Kak Alan mengelus rambutku. Aku menoleh menatapnya yang tesenyum.

“Kamu sekarang bahagia?”

Aku mengangguk. “Bahagia banget,” jawabku ikut tersenyum.

– THE END –

Bagikan:

Picture of Sinshine

Sinshine

Picture of Sinshine

Sinshine

hi nuria

Hi, I'm Nuria

Website ini memulai perjalanan pada Juli 2021. Berfokus pada rumah, kreativitas, dan gaya hidup.

FYI
Blog ini berisi spanduk iklan berbayar dan beberapa posting berisi tautan afiliasi. Komisi kecil yang kami terima dari sponsor membantu menjaga situs ini tetap berjalan. Setiap posting yang disponsori dicatat dengan tag ‘disponsori’ di bawah judul posting. Namun, kami hanya menautkan ke produk yang sesuai dengan selera pribadi dan estetika kami.